Kamis, 24 Maret 2016

SEJARAH NABI MUHAMMAD



SEJARAH NABI MUHAMMAD
A.      Kota Mekkah
Mekkah pada zaman kuno terletak di garis lalu lintas perdagangan antara yaman (Arabia selatan) dan syam dekat lautan tengah. Kedua Negara ini zaman dahulu telah mencapai peradaban yang tinggi dan dihubungkan oleh beberapa negara-negara kecil antara lain mekkah. Dipandang dari segi geografis, kota mekah hamper terletak ditengah-tengah jazirah Arabia. Oleh karna itu kabilah-kabilah arab dari segala penjuru tidaklah terlalu sulit mencapai mekah, seperti halnya juga penduduk kota mekah, tidaklah amat sukar bagi mereka bepergian ke negeri-negeri tetangganya seperti ke Syam, Hirah dan Yaman. Tidaklah mengherankan, bilamana semangat dagang berkembang dikalangan penduduk mekah.
Dalam kota mekah itu terdapat rumah suci yang disebut Baitullah atau ka’bah. Bangsa arab pada umumnya memuliakan tempat suci ini. Pembangunan Baitullah ini menurut sejarah islam dilakukan oleh Nabi Ibrahim a.s. bersama puteranya Ismail a.s. Ismail a.s. kemudian kawin dengan penduduk mekah dari suku jurhum yang berasal dari yaman dan terus menetap di kota ini turun temurun. Keturunan Nabi Ismail ini disebut Banu Ismail atau Adnaniyyun.
Pada waktu bendungan besar di Ma’rib di Arabia selatan pecah dan menimbulkan malapetaka yang besar pada penduduknya, maka kabilah-kabilah Arab selatan ini berbondong-bondong meninggalkan daerahnya menuju ke arah Utara. Diantara mereka satu rombongan yang dipimpin oleh Harits bin ‘Amir yang bergelar khuza’ah berpindah menuju mekah; mereka berhasil mengalahkan penduduk mekah (suku jurhum) dan seterusnya menjadi penguasa atas negeri ini turun temurun.
Dalam masa pemerintahan khuza’ah inilah Banu Ismail berkembang biak dan dengan berangsur-angsur mereka meninggalkan negeri ini bertebaran ke pelosok-pelosok jazirah Arab. Hanya yang tinggal di kota ini dari Banu Ismail ialah suku Quraisy. Mereka sama sekali tak punya kekuasaan atas kota mekah ini dan juga atas ka’bah.
Kira-kira abad ke 5 M. seorang pemimpin kabilah Quarisy yang bernama Qushai telah berhasil merebut kekuasaan kota mekah dari tangan kaum khuza’ah, setelah mereka berabad-abad lamanya menguasai kota mekah.kekuasaan yang direbutnya itu meliputi bidang pemerintahan dan keagamaan. Dengan demikian Qushai menjadi pemimpin agama dan pemerintahan kota mekah.
Di bidang pemerintahan qushai meletakkan dasar-dasar demokrasi. Dia membagi-bagi  kekuasaan antara pemimpin qurqisy. Untuk tempat bermusyarawah para pemimpin itu dibangunnya balai permusyawaratan yang mereka namakan “daarunnadwah”. Ditempat inilah mereka membahas dan memecahkan segala persoalan-persoalan yang timbul dalam masyarakat. Ketua dari balai ini adalah qushai sendiri. Kekuasaan dan kepemimpinan qushai atas kota mekkah ini mendapat dukungan dari segenap kabilah-kabilah arab.
Pada masa-masa selanjutnya, nampaklah pertumbuhan kota mekkah dengan organisasinya yang sederhana itu, lebih-lebih sesudah kerajaan himyariah di Arabia selatan mulai runtuh kira-kira pada permulaan abad ke-6 M. kesadaran bahwa kepentingan kota harus lebih diutamakan dari kepentingan suku sendiri, sudah pula tumbuh pada penduduk mekah. Segala sengketa antara mereka selalu dapat diselesaikan secara damai. Mereka menghindari terjadinya pertumpahan darah di daerah kota mekkah, karena hal itu berarti menodai kesucian kota itu yang sudah menjadi kepercayaan sejak berabad-abad lamanya. Selain daripada itu merekapun sangat berkepentingan akan ketentraman kota mekah. Setiap tahun pada bulan-bulan haji bangsa arab dari segala penjuru, dating berkunjung ke mekah sebagai suatu kewajiban agama. Tidak sedikit keuntungan penduduk mekah dari hasil kunjungan keagamaan ini. kunjungan itu berjalan lancer bilamana keadaan kota mekah itu selalu aman dan tentram serta kesuciannya senantiasa terpelihara. Kaum quraisylah yang diberi kepercayaan oleh bangsa arab untuk menjaga kesucian dan keamanan kota mekah ini.     
B.       Kelahiran Nabi Muhammad
Di kala umat manusia dalam kegelapan dan kehilangan pegangan hidupnya, lahirlah ke dunia dari keluarga yang sederhana, di kota mekah, seorang bayi yang kelak membawa perubahan besar bagi sejarah peradaban dunia. Bayi itu yatim,bapaknya yang bernama Abdullah meninggal ± 7 bulan sebelum dia lahir. kehadiran bayi itu disambut oleh kakeknya Abdul Muththalib dengan penuh kasih saying dan kemudian bayi itu dibawanya ke kaki ka’bah. Di tempat suci inilah bayi itu diberi nama Muhammad suatu nama yang belum pernah ada sebelumnya. Menurut penanggalan para ahli, kelahiran Muhammad itu pada tanggal 12 Rabiulawal tahun gajah atau tanggal 20 April tahun 571 M.
Adapun sebab dinamakan tahun kelahiran Nabi itu dengan tahun Gajah, Karena pada tahun itu, kota mekah diserang oleh suatu pasukan tentara orang Nasrani yang kuat di bawah pimpinan Abrahah, gubernur dari kerajaan Nasrani Abessinia yang memerintah di yaman, dan mereka bermaksud menghancurkan ka’bah. Pada waktu itu Abrahah berkendaraan gajah. Belum lagi maksud mereka tercapai, mereka sudah dihancurkan oleh Allah s.w.t. dengan mengirimkan burung ababil. Oleh karena pasukan itu mempergunakan gajah, maka orang arab menamakan bala tentara itu pasukan bergajah, sedang tahun terjadinya peristiwa ini disebut tahun gajah.
Nabi Muhammad s.a.w. adalah keturunan dari Qushai pahlawan suku Quraisy yang berhasil menggulingkan kekuasaan khuaz’ah atas kota mekah. Ayahnya bernama Abdullah bin Abdul muththalib bin Hasyim bin Abdumanaf bin Qushai bin Kilab bin Murrah dari golongan Arab Banu Ismail. Ibunya bernama Aminah binti Wahab bin Abdumanaf bin Zuhrah bin Kilab bin Murrah, di sinilah silsilah keturunan ayah dan ibu Nabi Muhammad s.a.w. bertemu. Baik keluarga dari pihak bapak maupun dari ibu keduanya termasuk golongan bangsawan dan terhormat dalam kalangan kabilah-kabilah arab.
Sudah menjadi kebiasaan pada orang-orang arab kota Mekah, terutama pada orang-orang yang tergolong bangsawan, menyusukan dan menitipkan bayi-bayi mereka kepada wanita badiyah (dusun di padang pasir) agar bayi-bayi itu dapat menghirup hawa yang bersih, terhindar dari penyakit-penyakit kota dan supaya bayi-bayi itu dapat berbicara dengan bahasa yang murni dan fasih. Demikian halnya Nabi Muhammad s.a.w. beliau diserahkan oleh ibunya kepada seorang perempuan yang baik, Halimah Sa’diyah dari Bani Sa’ad kabilah Hawazin, tempatnya tidak jauh dari kota Mekah. Di perkampungan Bani Sa’ad inilah Nabi Muhammad s.a.w. diasuh dan dibesarkan sampai berusia lima tahun
C.       Kematian Ibu dan Kakek Nabi Muhammad
Sesudah berusia lima tahun, Muhammad s.a.w. diantarkannya ke Mekah kembali kepada ibunya, Sitti Aminah. Setahun kemudian, yaitu sesudah ia berusia kira-kira enam tahun, beliau dibawa oleh ibunya ke Madinah, bersama-sama dengan Ummu Aiman, sahaya peninggalan ayahnya. Maksud membawa Nabi ke Madinah, pertama untuk memperkenalkannya kepada keluarga neneknya Bani Najjar dan kedua untuk menziarahi makam ayahnya. Maka di situ diperlihatkan kepadanya rumah tempat ayahnya dirawat di waktu sakit sampai meninggal, dan pusara tempat ayahnya dimakamkan. Agaknya mengharukan juga cerita Aminah kepada anaknya tentang ayahnya itu, demikian terharunya, sehingga sampai sesudah ia diangkat menjadi Rasul dan sesudah ia berhijrah ke Madinah, peristiwa itu sering disebut-sebutnya.
Mereka tinggal di situ kira-kira satu bulan, kemudian pulang kembali ke Mekah. Dalam perjalanan mereka pulang, pada suatu tempat, Abwa’ namanya tiba-tiba Aminah jatuh sakit sehingga meninggal dan dimakamkan di situ juga. (Abwa’ ialah nama sebuah desa yang terletak antara Madinah dan Juhfah,kira-kira sejauh 23 mil di sebelah kota Madinah).
Dapatlah dibayangkan betapa sedih dan bingungnya Muhammad s.a.w. menghadapi bencana kemalangan atas kematian ibunya itu. Baru beberapa hari saja ia mendengar ceritera ibunya atas kematian ayahnya yang telah meninggalkannya selagi Muhammad s.a.w. dalam kandungan, sekarang ibunya telah meninggal pula di hadapan matanya sendiri, sehingga ia sudah tinggal sebatangkara, menjadi seorang yatim-piatu, tiada berayah dan tiada beribu.
Setelah selesai pemakaman ibundanya, Nabi Muhammad s.a.w.segera meninggalkan kampong Abwa’ kembali ke Mekah dan tinggal bersama-sama dengan kakeknya Abdul Muththalib.
Di sinilah Nabi Muhammad s.a.w.diasuh sendiri oleh kakeknya dengan penuh kecintaan. Usia Abdul Muththalib pada waktu itu mendekati 80 tahun. Dia adalah seorang pemuka Quraisy yang disegani dan dihormati oleh segenap kaum Quraisy pada umumnya, dan penduduk kota Mekah pada khususnya. Demikian penghormatan bagi kedudukannya yang tinggi dan mulia itu, sampai anak-anaknya sendiri tidak ada yang berani menndahului menduduki tikar yang disediakan khusus baginya di sisi ka’bah.
Disebabkan kasih saying kakeknya, Abdul Muththalib, Muhammad s.a.w. dapat hiburan dan dapat melupakan kemalangan nasibnya karena kematian ibunya. Tetapi, keadaan ini tidak lama berjalan, sebab baru saja berselang dua tahun ia merasa terhibur di bawah asuhan kakeknya, orang tua yang baik hati itu meninggal pula, dalam usia delapan puluh tahun. Muhammad s.a.w. ketika itu baru berusia delapan tahun.
Meninggalnya Abdul Muththalib itu, bukan saja merupakan kemalangan besar bagi Muhammad s.a.w. tetapi juga merupakan kemalangan dan kerugian bagi segenap penduduk Mekah. Dengan meninggalnya Abdul Muththalib itu, penduduk Mekah kehilangan seorang pembesar dan pemimpin yang cerdas, bijaksana, berani dan perwira yang tidak mudah mencari gantinya.
Sesuai dengan wasiat Abdul Muththalib, maka Nabi Muhammad s.a.w. diasuh oleh pamannya Abu Thalib. Kesungguhan dia mengasuh Nabi serta kasih sayang yang dicurahkan kepada keponakannya ini tidaklah kurang dari apa yang diberikannya kepada anaknya sendiri. Selama dalam asuhan kakek dan pamannya, Nabi Muhammad s.a.w. menunjukkan sikap yang terpuji dan selalu membantu meringankan kehidupan mereka.            
D.      Pengalaman-Pengalaman Penting Nabi Muhammad
Ketika berumur 12 tahun, Nabi Muhammad s.a.w. mengikuti pamannya Abu Thalib membawa barang dagangan ke syam. Sebelum mencapai kota syam, baru sampai ke bushra, bertemulah kafilah Abu Thalib dengan seorang pendeta Nasrani yang alim, ‘”Buhaira” namanya. Pendeta itu melihat ada tanda-tanda kenabian pada diri Muhammad s.a.w. maka dinasihatilah Abu Thalib agar segera membawa keponakannya itu pulang ke Mekah, sebab dia khawatir kalau-kalau Muhammad s.a.w. ditemukan oleh orang yahudi yang pasti akan menganiayanya. Abu Thalib segera menyelesaikan dagangannya dan kembali ke Mekah.
Nabi Muhammad s.a.w., sebagaimana biasanya pada masa kanak-kanak itu, dia kembali kepekerjaannya menggembala kambing, kambing keluarga dan kambing penduduk Mekah yang lain yang dipercayakan kepadanya. Pekerjaan mengembala kambing ini membuahkan didikan yang amat baik pada diri Nabi, karena pekerjaan ini memerlukan keuletan, kesabaran dan ketenangan serta ketrampilan dalam tindakan.
Di waktu Nabi Muhammad s.a.w. berumur ± 15 tahun terjadilah peristiwa yang bersejarah bagi penduduk Mekah, yaitu kejadian peperangan antara suku Quraisy dan kinanah di satu pihak, dengan suku Qais’Ailan di lain pihak. Nabi Muhammad s.a.w. ikut aktif dalam peperangan ini memberikan bantuan kepada paman-pamannya dengan menyediakan keperluan peperangan.
Peperangan ini terjadi di daerah suci pada bulan-bulan suci pula yaitu pada bulan Zulqaedah. Menurut pandangan bangsa arab peristiwa itu adalah pelanggaran terhadap kesucian, karena melanggar kesucian bulan Zulqaedah, sebenarnya di larang berkelahi, berperang menumpahkan darah. Oleh karena demikian, perang disebut dinamakan Harbul Fijar yang artinya perang yang memecahkan kesucian.
Semenjak wafatnya Abdul Muththalib, kota Mekah mengalami kemerosotan. Ketertiban kota Mekah tidak terjaga. Keamanan harta benda, diri pribadi tidak dapat jaminan. Orang-orang asing menderita segala macam pemerasan terang-terangan. Kadang-kadang mereka dirampok, bukan saja barang dan harta bendanya, akan tetapi juga isteri dan anak perempuannya. Perbuatan-perbuatan yang demikian membawa suasana Mekah kacau dan genting. Jika hal itu dibiarkan berlarut-larut akan merugikan penduduk Mekah sendiri (Quraisy). Akhirnya timbullah keinsyafan di kalangan pemimpin-pemimpin Quraisy untuk memulihkan kembali ketertiban kota Mekah itu. Maka berkumpullah pemuka-pemuka dari Bani Hasyim, Bani muththalib, Bani Asad bin’Uzza, Bani Zuhrah bin kilab dan Bani Tamim bin murrah. Dalam pertemuan ini pemimpin Quraisy mengikat sumpah, bahwa tidak seorangpun yang akan teraniaya lagi dikota Mekah baik oleh penduduknya sendiri ataupun orang lain. Barangsiapa yang teraniaya, dia harus di bela bersama-sama. Demikianlah isi dari sumpah itu yang dalam sejarah disebut Halfulfudhul. Nabi Muhammad s.a.w. sendiri mengatakan sesudah menjadi rasul bahwa dia menyaksikan pertemuan paman-paman beliau itu di rumah Abdullah bin Juda’an, di waktu berusia belasan tahun.
Hasil pertemuan pemuka-pemuka Quraisy itu membawa perobahan yang baik bagi kota Mekah, hingga kota ini kembali aman dan selanjutnya memegang peranan penting dalam sejarah perkembangan bangsa arab.
Meningkat masa dewasa, Nabi Muhammad s.a.w. mulai  berusaha sendiri dalam penghidupannya. Karena dia terkenal orang yang jujur, maka seorang janda kaya bernama Siti Khadijah mempercayai beliau untuk membawa barang dagangan ke syam. Dalam perjalanan ke syam beliau di temani oleh seorang pembantu  Siti Khadijah yang bernama Maisarah. Setelah selesai menjual belikan barang dagangan di syam, dengan memperoleh laba yang tidak sedikit, merekapun kembali ke Mekah.
Sesudah Nabi Muhammad s.a.w. pulang dari perjalanan ke syam itu, datanglah lamaran dari pihak siti Khadijah kepada beliau, lalu beliau menyampaikan hal itu kepada pamannya. Setelah tercapai kata sepakat pernikahanpun di langsungkan, pada waktu itu umur Nabi ±25 tahun sedang Sitti Khadijah ±40 tahun.
Perkawinan ini telah memberi Muhammad s.a.w. ketenangan dan ketenteraman. Muhammad s.a.w. memperoleh cinta kasih yang tulus dari seorang perempuan yang kemudian hari merupakan orang yang pertama-tama mengakui kerasulannya, dan senantiasa siap sedia menyertai dia dalam segala penderitaan dan kesusahan dengan pengorbanan harta sekalipun.
Nama Nabi Muhammad s.a.w. bertambah populer di kalangan penduduk Mekah, sesudah beliau mendamaikan pemuka-pemuka Quraisy dalam sengketa mereka memperbaharui bentuk ka’bah. Pada permulaannya mereka Nampak bersatu dan  bergotong royong mengerjakan pembaharuan ka’bah itu. Tetapi ketika sampai kepada peletakan Batu hitam (Al Hajarul Aswad) ke tempat asalnya, terjadilah perselisihan sengit antara pemuka-pemuka Quraisy. Mereka masing-masing merasa berhak untuk mengembalikan batu suci itu ke tempat asalnya semula. Akhirnya disepakati yang akan menjadi hakim adalah orang yang pertama datang dan pada saat yang kritis ini, datanglah Muhammad s.a.w. yang di sambut dan segera disetujui mereka, maka diambilnyalah sehelai kain, lalu dihamparkannya dan Al Hajarul Aswad diletakkannya di tengah-tengah kain itu. Kemudian disuruhnya tiap-tiap pemuka golongan Quraisy bersama-sama mengangkat tepi kain ke tempat asal Al Hajarul Aswad itu. Ketika sampai ke tempatnya, maka batu hitam itu diletakkan dengan tangannya sendiri ke tempatnya.
Dengan demikian selesailah persengketaan itu dengan membawa kepuasan pada masing-masing golongan. Pada waktu kejadian ini usia Nabi sudah 35 tahun dan dikenal dengan nama “Al-Amin” yang dipercaya.     
E.       Akhlak Nabi Muhammad s.a.w dari Masa Kanak-Kanak hingga Dewasa
Dalam perjalanan hidupnya sejak masih kanak-kanak hingga dewasa dan sampai diangkat menjadi rasul, beliau terkenal sebagai seorang yang jujur, berbudi luhur dan mempunyai kepribadian yang tinggi. Tak ada sesuatu perbuatan dan tingkah lakunya yang tercela yang dapat dituduhkan kepadanya, berlainan sekali dengan tingkah laku dan perbuatan kebanyakan pemuda-pemuda dan penduduk kota Mekah pada umumnya yang gemar berfoya-foya dan bermabuk-mabukan. Karena demikian jujurlah dalam perkataan dan perbuatan, maka beliau diberi julukan “Al-Amin”, artinya: orang yang dapat dipercayai.
Ahli sejarah menuturkan, bahwa Muhammad s.a.w. sejak kecil hingga dewasa tidak pernah menyembah berhala, dan tidak pernah pula makan daging hewan yang disembelih untuk korban berhala-berhala seperti lazimnya orang arab jahiliyah pada waktu itu. Ia sangat benci kepada berhala itu dan menjauhkan diri dari keramaian dan upacara-upacara pemujaan kepada berhala itu.
Untuk mencukupi keperluan hidupnya sehari-hari, dia berusaha sendiri mencari nafkah, karena orang tuanya tidak meninggalkan harta warisan yang cukup. Sesudah dia menikah dengan Sitti Khadijah, dia berdagang bersama dengan isterinya dan kadang-kadang berdagang pula dengan orang lain.
Sebagai seorang manusia yang bakal menjadi pemimbing umat manusia, Muhammad s.a.w. memiliki bakat-bakat dan kemampuan jiwa besar, kecerdasan pikirannya, ketajaman otaknya, kehalusan perasaannya, kekuataan ingatannya kecepatan tanggapannya, kekerasaan kemauannya. Segala pengalaman hidupnya, mendapat pengolahan yang sempurna dalam jiwanya. Dia mengetahui babak-babak sejarah negerinya, kesedihan masyarakat dan keruntuhan agama bangsanya. Pemandangan itu tidak dapat hilang dari pikirannya.
Dia mulai “menyiapkan dirinya” (bertahannuts) untuk mendapatkan pemusatan jiwa yang lebih sempurna. Untuk bertahannuts ini dipilihnya tempat di sebuah gua kecil yang bernama “Hira” yang terletak pada sebuah bukit yang bernama “Jabar Nur” (bukit cahaya) yang teletak kira-kira dua atau tiga mil sebelah utara kota Mekah.
Walaupun Muhammad s.a.w. dengan daya pikirannya yang jernih itu berusaha merenungkan tentang pencipta alam raya ini, namun sebelum kenabiannya dia tidaklah sampai kepada hakikat penciptanya, sebagaimana diisyaratkan oleh Allah s.w.t. dalam Al-Qur’an surat (42) As Syuuraa’ayat 52
F.        Muhammad Menjadi Rasul
Ketika menginjak usia empat puluh tahun, Muhammad s.a.w. lebih banyak mengerjakan tahannuts dari waktu-waktu sebelumnya. Pada bulan ramadhan dibawanya perbekalan lebih banyak dari biasanya, karena akan ber-tahannuts lebih lama dari waktu-waktu sebelumnya. Dalam melakukan tahannuts kadang-kadang beliau bermimpi, mimpi yang benar. (Arru’ yaa ashshaadiqah).
Pada malam 17 ramadhan, bertepatan dengan 6 agustus tahun 610 masehi, di waktu Nabi Muhammad s.a.w. sedang bertahannuts di gua hira, datanglah Malaikat jibril a.s. membawa wahyu dan menyuruh Muhammad s.a.w. untuk membacanya, katanya : “bacalah”. Dengan terperanjat Muhammad s.a.w. menjawab: “Aku tidak dapat membaca.” Beliau lalu direngkuh beberapa kali oleh malaikat jibril a.s., hingga nafasnya sesak, lalu dilepaskan olehnya seraya disuruhnya membaca sekali lagi: “bacalah”. Tetapi Muhammad s.a.w. masih tetap menjawab: ”aku tidak dapat membaca.” Begitulah keadaan berulang sampai tiga kali, dan akhirnya Muhammad s.a.w. berkata: “Apa yang kubaca”, kata Jibril:
Inilah wahyu yang pertama yang diturunkan oleh Allah s.w.t. kepada nabi Muhammad s.a.w. dan inilah pula saat penobatan beliau sebagai Rasulullah, atau utusan Allah s.w.t. kepada seluruh umat manusia, untuk menyampaikan risalahnya.
Pada saat menerima pengangkatan menjadi rasul ini, umur beliau mencapai 40 tahun 6 bulan 8 hari menurut tahun bulan (qamariyah) atau 39 tahun 3 bulan 8 hari menurut tahun matahari (syamsiah).
Setelah menerima wahyu itu beliau terus pulang ke rumah dalam keadaan gemetar, sehingga minta diselimuti oleh isterinya, Sitti Khadijah.
Isteri yang patuh dan setia itu segera menyelimutinya. Setelah agak reda cemasnya, maka di ceritakannya kepada isterinya segala yang terjadi atas dirinya dengan perasaan cemas dan khawatir. Tetapi isteri yang bijaksana itu sedikitpun tidak memperlihatkan kekhawatiran dan kecemasan hatinya bahkan  dengan khidmat ia menatap muka suaminya, seraya berkata: “bergembiralah hai anak pamanku, tetapkanlah hatimu, demi tuhan yang jiwa khadijah di dalam tangannya, saya harap engkaulah yang akan menjadi Nabi bagi umat kita ini. allah tidak akan mengecewakan engkau, bukankah engkau yang senantiasa berkata benar yang selalu menumbuhkan tali silaturrahim, bukankah engkau yabg senantiasa menolong anak yatim, memuliakan tetamu dan menolong setiap orang yang ditimpah kemalangan dan kesengsaraan?” demikianlah Sitti Khadijah menenteramkan hati suaminya.
Karena terlampau lelah setelah mengalami peristiwa besar yang baru saja terjadi itu, maka beliau pun tertidur. Sementara itu Sitti Khadijah pergi ke rumah anak pamannya Waraqah bin Naufal, seorang yang tidak menyembah berhala, telah lama memeluk agama Nasrani dan dapat menulis dengan bahasa Ibrany, telah mempelajari serta menyalin ke bahasa arab isi kitab injil dan taurat, usianya sudah lanjut dan matanya sudah buta, lalu di ceritakannya oleh Sitti Khadijah, apa yang terjadi atas diri suaminya.
Setelah didengarnya cerita Khadijah itu lalu ia berkata: “Quddus, quddus, demi tuhan yang jiwa waraqah di dalam tangannya, jika engkau membenarkan aku, ya khadijah, sesungguhnya telah datang kepadanya (muhammad) namus akbar (petunjuk yang maha besar), sebagai pernah datang kepada Nabi Musa a.s.,dia sesungguhnya akan menjadi Nabi bagi ummat kita ini. dan katakanlah kepadanya hendaklah ia tetap tenang.!”
Sitti Khadijah kembali ke rumahnya, lalu di ceriterakannya apa yang di katakan oleh waraqah bin Naufal kepada rasulullah dengan kata-kata yang lemah-lembut yang dapat menghilangkan kecemasan dan kekhawatiran rasulullah.
Di dalam kitab-kitab tarikh diriwayatkan, bahwa setelah badan Nabi Muhammad s.a.w. kelihatan telah segar kembali dan telah seperti sediakala, suaranya sudah berangsur terang, maka Khadijah mengajak Nabi untuk segera pergi menemui waraqah bin Naufal di rumahnya, dengan maksud hendak bertanya lebih lanjut secara langsung kepadanya tentang peristiwa yang telah menimpah diri Nabi yang terjadi dalam gua hira itu.
Sesampainya Nabi bersama Khadijah di rumah waraqah bin Naufal, lalu satu sama lain menyampaikan penghormatannya. Kemudian waraqah menanyakan maksud kedatangan Nabi berdua dengan Khadijah.
Setelah khadijah memperkenalkan Nabi kepada waraqah, lalu Nabi menceriterakan apa-apa yang baru dialaminya. Kemudian waraqah berkata: “Quddus,Quddus! Hai (Muhammad) anak saudaraku, itu adalah rahasia yang paling besar yang pernah di turunkan Allah kepada Nabi Musa a.s. wahai kiranya aku dapat menjadi muda dan kuat, semoga aku masih hidup, dapat melihat, ketika engkau dikeluarkan (diusir) kaummu”.
Nabi setelah mendengar perkataan waraqah yang sedemikian itu, lalu beliau bertanya: “apakah mereka (kaumku) akan mengusir aku?” waraqah menjawab: “ya, semua orang yang datang membawa seperti apa yang engkau bawa ini, mereka tetap dimusuhi. Jikalau aku masih menjumpai hari dan waktu engkau dimusuhi itu, aku akan menolong engkau dengan sekuat tenagaku.”
Dengan keterangan waraqah itu, Nabi pun meras mendapat keterangan dan penjelasan yang jelas tentang peristiwa yang baru dialaminya itu. Juga Khadijah memegang teguh keterangan-keterangan waraqah itu, dan memang itulah yang dinanti-nantikan selama ini, berita gembira tentang keangkatan suaminya menjadi rasul.    
G.      Peranan Khadijah di Saat Nabi Muhammad s.a.w Menerima wahyu
Sitti Khadijah adalh masih satu keturunan dengan Nabi Muhammad s.a.w., yaitu bertemu pada Qushai.
Jika diuraikan silsilah keturunan Nabi Muhammad s.a.w. dan Sitti khadiajah adalah demikian:
Muhammad bin Abdullah bin Abdul Muththalib bin Hasyim bin Abdul manaf bin Qushai.
Khadijah binti khuwailid bin asad bin Abdul ‘Uzza bin Qushai.
Jadi di antara ister-isteri Nabi Muhammad s.a.w. Sitti khadijah inilah yang paling dekat nasabnya dengan beliau.
Sitti khadijah adalh seorang janda keturunan bangsawan Quraisy. Ia telah dua kali kawin, yang pertama dengan ‘Atieq bin ‘Aabld Al-Makhzumy seorang laki-laki masih tergolong keluarga bangsawan Quraisy.
Perkawinan sitti khadijah dengan suaminya yang pertama ini lama berlangsung, hanya menurunkan seorang puteri bernama Hindun, karena’Atieq meninggal dunia. Kemudian Sitti khadijah kawin lagi dengan Nabbasy bin Zurarah Attaimy juga seorang laki-laki masih keturunan keluarga bangsawan Quraisy. Perkawinan Sitti khadijah dengan Nabbasy ini menurunkan seorang putera bernama Halal dan seorang puteri juga bernama Hindun. Perkawinan dengan suaminya yang kedua inipun tidak lama berlangsung, karena Nabbasy meninggal dunia pula. Sehingga kedua kalinya sitti khadijah menjadi janda.
Sitti khadijah mempunyai pribadi luhur dan akhlak yang mulia. Dalam kehidupannya sehari-hari senantiasa memelihara kesucian dan martabat dirinya, ia jauhi adat istiadat yang tidak senonoh wanita-wanita arab jahiliyah pada waktu itu, sehingga oleh penduduk Mekah ia di beri gelar “At Thahirah”. Ia mempunyai pikiran yang tajam, lapang-dada, kuat himmah dan tinggi cita-citanya. Ia suka menolong orang-orang yang hidup dalam kekurangan dan sangat penyantun kepada orang-orang yang lemah. Disamping itu ia adalah seorang wanita yang pandai berdagang. Perdagangannya tidak dikerjakannya sendiri, melainkan dibawa oleh beberapa orang kepercayaannya atau oleh orang-orang yang sengaja mengambil upah untuk membawakan dagangannya ke negeri syam dan lain-lain. Perdagangannya sangat maju, sehingga ia adalah terhitung seorang wanita yang kaya raya dan sangat dermawan dalam masyarakat Quraisy kota Mekah pada saat itu.
Meskipun Sitti khadijah telah dua kali kawin, telah menjadi janda dan mempunyai anak, tetapi banyak laki-laki yang meminangnya untuk mengambilnya menjadi isteri. Tetapi semua pinangan yang dimajukan itu ditolaknya dengan cara yang bijaksana dan sangat halus, sehingga laki-laki yang telah ditolak pinangannya itu tidak merasa tersinggung atau merasa dihina. Demikianlah kebesaran pribadi dan ketinggian budi wanita pilihan, yang telah di tetapkan oleh Allah dalam qadar-Nya, bahwa wanita pilihan ini akan menjadi isteri seorang Utusan Allah, yang akan memperbaiki akhlak kaumnya dan mengangkat derajat kaumnya yang bergelimang dalam lumpur kesesatan dan kehinaan, ke derajat kemuliaan dan kebahagiaan yang kekal abadi.
Adapun peranan Sitti khadijah, isteri Nabi Muhammad s.a.w. yang patuh dan setia ini, di saat-saat Nabi  menerima wahyu dan keangkatan sebagai rasulullah (Utusan Allah) secara ringkas dapat disimpulkan sebagai berikut:
1.      Sitti khadijah kenal benar akan jiwa, pribadi serta akhlak suaminya (Muhammad s.a.w.) sejak kecil, hingga dewasa dan kemudian menjadi suaminya, yang tidak puas bahkan sangat tidak suka kepada adat-istiadat kaumnya menyembah dan mendewakan patng dan berhala. Demikian pula ia sangat benci kepada kegemaran kaumnya berjudi dan meminum khamar serta melakukan perbuatan-perbuatan diluar peri kemanusiaan seperti membunuh bayi perempuan mereka hidup-hidup, karena malu dan takut miskin.
2.      Sitti khadijah member suaminya kesempatan dan keleluasaan yang sebesar-besarnya untuk memasuki kehidupan berpikir dan alam nafsani, untuk mencari hakikat yang benar dan mutlak, suaminya di beri dorongan semangat, agar terus mencari hakikat yang benar dan mutlak itu, dengan tidak dibebani persoalan-persoalan rumah tangga dan untuk membantu melancarkan roda perdagangannya, karena kesemuanya itu telah diurus oleh Sitti khadijah sendiri. Dan ketika suaminya bertafakur atau bertahannuts di gua Hira’ disediakannya perbekalan untuk tinggal selama beberapa hari dalam melakukan tahannuts mencari hakikat yang benat itu.
3.      Ketika Muhammad s.a.w. dalam keraguan dan kebimbangan menghadapi kejadian-kejadian yang dilihatnya dalam tidurnya (mimpi yang benar), Sitti khadijah sebagai isteri yang setia menyakinkan suaminya, bahwa dengan akhlaknya yang mulia dan tidak pernah berdusta atau menyakiti hati orang lain, mustahil ia akan diganggu atau di goda oleh jin dan setan.
4.      Ketika Nabi muhammad s.a.w. dalam kegelisahan dan kebingungan setelah menerima wahyu yang pertama, Sitti khadijah menghibur dan menyakinkan hati suaminya, bahwa suaminya akan menjadi Nabi, dan akan mengangkat derajat kaumnya dari lembah kehinaan dan kesesatan ke derajat kemuliaan dan kebahagiaan abadi. Kemudian setelah hilang keraguan dan kecemasan suaminya, pergilah ia ke waraqah bin Naufal menceritakan perihal yang di alami suaminya. Dan oleh Waraqah ditegaskan berdasarkan pengetahuannya dalam kitab injil yang dipelajarinya, bahwa Muhammad s.a.w. akan menjadi Nabi.
5.      Ketika suaminya menerima wahyu yang kedua berisi perintah menyuruh mulai bekerja dan berjuang menyiarkan agama Allah dan mengajak kaumnya kepada agama tauhid, Sitti khadijah adalah orang wanita pertama yang percaya bahwa suaminya adalah Rasulullah (Utusan Allah), dan kemudian ia menyatakan ke-islam-annya tanpa ragu-ragu dan bimbang sedikit juapun.
Peranan Sitti khadijah sebahai isteri dan wanita pilihan yang memang telah di tetapkan oleh Allah dalam qadar–Nya, adalah sangat besar sekali dalam usaha suaminya untuk menyeru dan mengajak kaumnya kepada agama tauhid, dan meninggalkan agama berhala dan adat-istiadat jahiliyah.  
H.      Tugas Nabi Muhammad
Menurut riwayat, selama lebih kurang dua setengah tahun lamanya sesudah menerima wahyu yang pertama, barulah rasulullah menerima wahyu yang kedua. Di kala menunggu-nunggu kedatangan wahyu kedua itu, kembali ke rasulullah di liputi perasaan cemas, dan khawatir kalau-kalau wahyu itu putus, malahan hampir saja beliau berputus asa, akan tetapi ditetapkannya hatinya dan dan beliau terus bertahannuts sebagaimana biasa di gua Hira. Tiba-tiba terdengarlah suara dari langit, beliau menengadah,tampaklah malaikat jibril a.s. sehingga beliau menggigil ketakutan dan segera pulang ke rumah, kemudian minta kepada Sitti khadijah supaya menyelimutinya. Dalam keadaan berselimut itu, datanglah   jibril a.s. menyampaikan wahyu Allah yang kedua kepada beliau yang berbunyi:
Dengan turunnya wahyu ini, maka jelaslah sudah apa yang harus beliau kerjakan dalam menyampaikan risalah-Nya, yaitu mengajak umat manusia menyembah Allah Yang Maha Esa, yang tiada beranak dan tiada pula diperanakkan serta tidak sekutu bagi-Nya. Inilah permulaan perintah menyiarkan Agama Allah kepada seluruh umat manusia.     
I.         Menyiarkan Agama Islam Secara Sembunyi-Sembunyi
Sesudah Rasulullah s.a.w. menerima wahyu yang kedua yang menjelaskan tugas atas dirinya, mulailah beliau secara sembunyi-sembunyi menyeru keluarganya tang tinggal dalam satu rumah dan sahabat-sahabat beliau yang terdekat, seorang demi seorang, agar mereka meninggalkan agama berhala dan hanya menyembah Allah Yang Maha Esa. Maka yang mula-mula iman kepadanya ialah isteri beliau sendiri Sitti khadijah, disusul oleh putera pamannya yang masih amat muda Ali bin Abi Thalib dan Zaid bin Haritsah, budak beliau yang kemudian menjadi anak angkat beliau.
  Setelah itu lau beliau menyeru Abu Bakar Siddiq, seorang sahabat karib yang telah lama bergaul dan Abu Bakar pun segera beriman dan memeluk agama islam.
Dengan perantaraan Abu Bakar, banyak orang-orang yang memeluk agama Islam,antara lain ialah: Utsman bin ‘Affan,Zubair bin Awwam, Sa’ad bin Abi Waqqash, Abdurahman bin ‘Auf, Thalhah bin’ Ubaidillah, Abu ‘Ubaidillah bin Jarrah, Arqam bin Abil Arqam, Fatimah binti Khaththab (adik Umar bin Khaththab r.a.) beserta suaminya Said bin Zaid Al’Adawi dan beberapa orang penduduk Mekah lainnya dari kabilah Quraisy. Mereka itu diberi gelar “As Saabiquunal awwaluun” artinya: orang-orang yang terdahulu yang pertama-tama masuk agama islam.
Mereka ini dapat gemblengan dan pelajaran tentang agama islam dari Rasul sendiri di tempat yang tersembunyi di rumah Arqam bin Abil Arqam dalam kota Mekah.   
J.         Menyiarkan Agama Islam Secara Terang-Terangan
Tiga tahun lamanya rasulullah s.a.w. melakukan da’watul afraad yaitu: ajakan masuk islam seorang demi seorang secara diam-diam atau secara sembunyi-sembunyi dari satu rumah ke rumah yang lain.
Kemudian sesudah ini, turunlah firman Allah surat (15) Al Hijr ayat 94 yang berbunyi:
Ayat ini memerintahkan kepada Rasul agar menyiarkan Islam dengan terang-terangan dan meninggalkan cara sembunyi-sembunyi itu. Maka mulailah Nabi Muhammad s.a.w. menyeru kaumnya secara umum ditempat-tempat terbuka untuk menyembah Allah dan mengesakan-Nya. Pertama kali seruan (da’wah) yang bersifat umum ini beliau tujukan kepada kerabatnya sendiri, lalu kepada penduduk Mekah pada umumnya yang terdiri dari bemacam-macam lapisan masyarakat, baik golongan bangsawan, hartawan maupun hamba sahaya, kemudian kepada kabilah-kabilah Arab dari pel bagai daerah yang datang ke Mekah untuk mengerjakan haji.
Dengan seruan yang bersifat umum dan terang-terangan ini, maka Nabi muhammad s.a.w. dan agama baru (Islam)yang dibawanya, menjadi perhatian dan pembicaraan ramai di kalangan masyarakat kota Mekah.
Pada mulanya mereka anggap gerakan Nabi Muhammbad s.a.w. itu adalah suatu gerakan yang tidak mempunyai dasar dan tujuan dan bertahan hidup hanya sebentar saja. Oleh karena itu sikap mereka terhadap Nabi Muhammad s.a.w. semakin meluas dan pengikut-pengikutnya bertambah banyak dan seruan Nabi Muhammad s.a.w. semakin tegas dan lantang. Beliau juga mulai  mengecam agama berhala kaumnya dengan mencela sembahan mereka serta membodohkan pula nenek moyang mereka yang menyembah berhala-berhala itu.       
K.      Reaksi Orang Quraisy
Ketika orang-orang Quraisy melihat gerakan Islam serta mendengar bahwa mereka dengan nenek moyang mereka dibodoh-bodohkan dan berhala-hala mereka dihina-hina, bangkitlah kemarahan mereka dan mulailah mereka melancarkan permusuhan terhadap Nabi dan pengikut-pengikutnya. Banyaklah pengikut Nabi yang kena siksa di luar peri-kemanusiaan, terutama sekali pengikut dari golongan rendah. Terhadap Nabi sendiri, mereka tidak berani melakukan gangguan badan, karena beliau masih dilindungi paman beliau Abu Thalib dan di samping itu beliau adalah keturunan Bani Hasyim yang mempunyai kedudukan dan martabat yang tinggi dalam pandangan masyarakat Quraisy sehingga beliau disegani.
Pada suatu ketika, datanglah beberapa pemuka-pemuka Quraisy menemui Abu Thalib meminta agar dia menghentikan segala kegiatan Nabi Muhammad s.a.w. dalam menyiarkan Islam, dan jangan mengecam agama mereka, serta menghina nenek moyang mereka. Tuntutan mereka ini ditolak
1.       Hijrah ke Habasyah (Ethiopia)
2.     Pemboikotan Terhadap Bani Hasyim dan Bani Muthalib
3.      Nabi Mengalami Tahun Kesedihan
4.      Nabi Muhammad s.a.w Menjalani Isra’ dan Miraj
5.        Orang Yastrib Masuk Islam
6.      Hijrah ke Yastrib
7.       Yastrib Menjadi Madinatun Nabiy
NABI MUHAMMAD S.A.W MEMBINA MASYARAKAT ISLAM
1.      Mendirikan Masjid
2.       Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dengan Anshar
3.       Perjanjian Perdamaian dengan Kaum Yahudi
4.      Meletakkan Dasar-Dasar Politik, Ekonomi dan Sosial untuk Masyarakat Islam
NABI MUHAMMAD S.A.W MEMELIHARA DAN MEMPERTAHANKAN MASYARAKAT ISLAM
1.      Penggerogotan oleh Orang-Orang Yahudi
2.       Penggerogotan Orang-Orang Munafik
3.       Rongrongan Orang Quraisy dan Sekutunya
4.      Tugas Nabi Muhammad Selesai
PERUBAHAN YANG DIBAWA OLEH AJARAN NABI MUHAMMAD S.A.W TERHADAP BANGSA ARAB
1.      Segi Keagamaan
2.       Segi Kemasyarakatan
3.       Segi Politik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar